PAPERA – Larangan impor pakaian bekas menuai protes dari pedagang di Pasar Senen, Jakarta Pusat.
Mereka menilai kebijakan itu mengancam sumber penghidupan ribuan orang yang bergantung pada perdagangan pakaian thrifting.
Diman, pedagang pakaian bekas, menyampaikan keberatan terhadap larangan tersebut. Ia menilai pakaian bekas impor masih dibutuhkan masyarakat berpenghasilan rendah.
“Kalau barang ini dilarang 100 persen, enggak bisa. Apalagi ini cuma baju,” kata Diman, pada Kamis 23 Oktober 2025.
Menurutnya harga pakaian bekas terjangkau dan membantu rakyat kecil di tengah tekanan ekonomi.
“Harga baju second itu bantu rakyat kecil. Dari Rp5.000 orang sudah bisa punya baju bagus. Sekarang buat makan aja susah,” ujarnya.
Diman memahami niat pemerintah mendorong industri tekstil nasional. Namun, ia menilai produk lokal belum mampu bersaing dari segi harga dan mutu.
“Kalau mau bersaing, tingkatkan mutu produk kita. Jangan harga tinggi tapi kualitas rendah,” katanya.
Ia berharap pemerintah tidak melarang total, melainkan mengatur dengan menarik pajak resmi agar perputaran ekonomi tetap berjalan.
“Legalkan aja barang impor ini. Pemerintah bisa ambil pajaknya. Jadi produk lokal sama impor bisa bersaing sehat,” ujar Diman.
Menurutnya, banyak warga menggantungkan hidup dari bisnis pakaian bekas, mulai dari pengecer hingga tukang jahit di sekitar pasar.
“Yang hidup dari sini banyak. Kalau dilarang total, habis semua,” ucapnya.
Ia menilai solusi terbaik bukan pelarangan, melainkan menciptakan persaingan yang adil.
“Kalau barang lokal bagus dan terjangkau, orang pasti beli. Tapi kalau larangan diteruskan, rakyat kecil yang paling kena,” tutupnya.[]

Comment